Sampai umur kepala tiga ini, saya belum sekalipun memiliki badik, senjata khas Bugis-Makassar. Padahal darah Bugis mengalir deras dalam tubuh saya. Ayah pun setahu saya tidak mempunyai badik untuk diwariskan kepada saya. Kalau begitu, saya bukan Bugis-Makassar asli? Tulisan ini diikutkan dalam 8 minggu ngeblog, minggu kedua.
Badik
Badik atau badek adalah pisau dengan bentuk khas yang dikembangkan oleh masyarakat Bugis dan Makassar. Badik bersisi tajam tunggal atau ganda, dengan panjang mencapai sekitar setengah meter. Seperti keris, bentuknya asimetris dan bilahnya kerap kali dihiasi dengan pamor. Namun demikian, berbeda dari keris, badik tidak pernah memiliki ganja (penyangga bilah).
Menurut pandangan orang Bugis Makassar, setiap jenis badik memiliki kekuatan sakti (gaib). Kekuatan ini dapat mempengaruhi kondisi, keadaan, dan proses kehidupan pemiliknya. Sejalan dengan itu, terdapat kepercayaan bahwa badik juga mampu menimbulkan ketenangan, kedamaian, kesejahteraan dan kemakmuran ataupun kemelaratan, kemiskinan dan penderitaan bagi yang menyimpannya.
Sejak ratusan tahun silam, badik dipergunakan bukan hanya sebagai senjata untuk membela diri dan berburu tetapi juga sebagai identitas diri dari suatu kelompok etnis atau kebudayaan. Badik ini tidak hanya terkenal di daerah Makassar saja, tetapi juga terdapat di daerah Bugis dan Mandar dengan nama dan bentuk berbeda.
Secara umum badik terdiri atas tiga bagian, yakni hulu (gagang) dan bilah (besi), serta sebagai pelengkap adalah warangka atau sarung badik. Disamping itu, terdapat pula pamor yang dipercaya dapat memengaruhi kehidupan pemiliknya.
Badik Makassar memiliki kale (bilah) yang pipih, battang (perut) buncit dan tajam serta cappa’ (ujung) yang runcing. Badik yang berbentuk seperti ini disebut Badik Sari. Badik Sari terdiri atas bagian pangulu (gagang badik), sumpa’ kale (tubuh badik) dan banoang (sarung badik). Lain Makassar lain pula Bugis, di daerah ini badik disebut dengan kawali, seperti Kawali Raja (Bone) dan Kawali Rangkong (Luwu).
[wikipedia]
Prinsip Badik
Saya tiba-tiba teringat badik setelah mendengar lagu lama dari Sex Punk, berikut ini liriknya.
Kampungta
Ini Bugis Makassar kampung halaman ta'
Kampung yang indah penuh pohon talak
Prinsip BADIK ulet bekerja
Pabambangang na rewa, Siri' na Pacce
Bila bulan purnama sedang bersinar
Anak-anak main enggo dengan riang gembira
Orang tua main raga memamerkan ilmu
Para Basse-basse pun tak ketinggalan jaman
Bugis Makassar, kampung yang disegani
Bugis Makassar, orangnya ditakuti
Bagi orang ........(?) sampai bangsa ..........(?) download
Lagu punk yang kacau, namun liriknya cukup menyemangati saya menghadapi hari
ini. Ada kata PRINSIP BADIK pada lirik lagu tersebut yang menuntun saya
untuk berpikir keras, apakah sebenarnya prinsip badik tersebut? Ataukah cuma
sekedar lirik lagu tanpa makna? Saya googling dan menemukan beberapa artikel
terkait prinsip badik ini.
Prinsip Badik tidak lepas dari konsep dan prinsip "tellu cappa"
(tiga ujung) dalam tradisi dan budaya Bugis-Makassar. Tellu Cappa yaitu;
cappa lila (ujung lidah), cappa badik (ujung pisau) dan cappa kemaluan. Tellu
cappa dipahami sebagai sebuah komponen yang utuh dan bersifat simbolik, pesan
yang lebih dalam dari sekadar materialnya.
Tiga bentuk ujung yang
berbeda-beda tersebut adalah simbolisasi respon manusia Bugis-Makassar
menghadapi situasi, kondisi dan waktu yang sedang dihadapinya. Ia akan berkata
jujur (ujung lidah), bersikap tegas (ujung badik), dan tepat sasaran atau tidak
berzina (ujung penis). Tellu cappa berujung pada kepemimpinan diri dengan
memuliakan diri sekaligus memuliakan dan menghormati apa dan siapapun di muka
bumi. Demikian halnya sebuah badik setiap saat harus dipelihara dan dijaga
ketajamannya dengan tidak mempergunakannya secara serampangan yang tidak sesuai
dengan prinsip kepemimpinan, memperlakukannya dengan baik dari segala bentuk
penyelewengan dan tindak penyimpangan. Bersamaan dengan perguliran waktu badik
tersebut akan menjelma menjadi benda pusaka yang memiliki kesaktian, keajaiban
dan keistemewaan. Badik pusaka hanya kemudian akan diwariskan pada pelanjut
kepemimpinan yang dianggap bisa menjaga ketajamannya (cappa) dari benda pusaka
tersebut.
Itulah sekelumit tentang prinsip
badik ini. Jadi, badik sejatinya adalah simbol dari sikap tegas seorang
Bugis-Makassar dalam kehidupannya. Ada atau tidak dimilikinya badik secara
material, prinsip ini harus tetap ada.
Secara material, Badik merupakan
senjata khas tradisonal Makassar, Bugis dan Mandar yang berada dikepulauan
Sulawesi. Ukurannya yang pendek dan mudah dibawa kemana mana. Badik dahulu
sering dipakai oleh kalangan petani untuk melindungi dirinya dari binatang
melata dan atau membunuh hewan hutan yang mengganggu tanamannya. Selain itu
karena orang bugis gemar merantau maka penyematan badik dipinggangnya membuat
dia merasa terlindungi. Umumnya badik digunakan untuk membela diri dalam
mempertahankan harga diri seseorang atau keluarga. Hal ini didasarkan pada
budaya siri' dengan makna untuk mempertahankan martabat suatu keluarga. Konon
kalau badik ini sudah keluar dari sarungnya pantang untuk dimasukkan sebelum
menumpahkan darah. Hal ini tidak lepas dari prinsip badik tadi, kalau badik
harus dipergunakan dengan hati-hati, dalam kondisi yang sangat terdesak,
bukannya dipakai untuk gaya-gayaan atau menakut-nakuti orang.
Didaerah Sulawesi Selatan
khususnya daerah Bugis dan Makassar, badik dijadikan sebagai lambang kedewasaan
seseorang. Pemberian badik dari seorang ayah kepada anaknya menandakan bahwa
anak tersebut telah dewasa dan mampu diberikan tanggung jawab (amanah), bukan
untuk dipakai pamer tetapi juga bagaimana anak tersebut mampu menjaga dirinya
untuk tidak memakai badik tersebut, Sele' Bassi perlambang dari sikap dewasa,
mampu menjaga siri'na bukan hanya dari fisik tetapi dewasa juga dalam
pembawaan, mampu menjaga norma atau ada' (hukum) yang berlaku, pappasang (pesan)
serta mampu menjaga agamanya. Disini tertanam nilai-nilai kerendahan hati dan
kesabaran.
Kembali ke ketidakpunyaan saya
akan badik, tetap ada sesuatu yang janggal ketika saya sebagai manusia
Bugis-Makassar tidak memiliki badik secara materialnya. Untuk itu, sejak istri
mengandung sejak empat bulan yang lalu, saya mencari badik untuk diwariskan
kelak pada sang anak saat dia sudah dewasa sebagai identitas ke
Bugis-Makassar-annya agar tidak hilang. Mudah-mudahan lima bulan kedepan saya
sudah mendapatkannya. Pun jika tidak, semoga prinsip badik tidak hilang dari
karakter saya sebagai manusia Bugis-Makassar.
Sumber : wikipedia, lobelobemakassar, yukngeblogcank, fajar
Iya ya .... ayah saya punya badik. Suami saya? Kayaknya ada ya .. dia menyimpan seperti badik, tapi eh apakah itu memang badik atau bukan ya, nanti saya tanya lagi.
ReplyDeleteBtw, sering kali orang luar salah menilai, dikiranya orang sini bawa2 badik ke mana2 karena siap menghunuskannya pada siapa saja. Padahal tidak demikian, ada filosofinya :)
Yg cari badik buat koleksi silahkan di www.badiksulawesi.com
ReplyDelete