April 13, 2013

9 Kluster, Membangun Peradaban


Anak-anak itu begitu riangnya bermain ayunan di taman kompleks, dan mereka masuk ke rumah masing-masing saat matahari terbenam. Rumah adalah sebuah tempat yang dituju untuk pulang. Rumah apapun dan bagaimanapun sejatinya menjadi tempat pulang yang selalu dirindukan. Postingan ini diikutsertakan dalam Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu pertama.

Siapa sangka daerah Panaikang dan Tello --yang sekarang tiap pagi dan sore hari macetnya minta ampun-- dulunya adalah wilayah Kabupaten Maros. Hari ini entah sejak berapa puluh tahun lalu telah diakuisisi oleh Kota Makassar menjadi wilayah kedaulatannya dan menjadi pusat kota baru. Pusat pendidikan, pusat perbelanjaan, hingga Taman Makam Pahlawan berada di wilayah ini. Sedikit bergeser ke timur, kita akan temukan pusat peradaban baru di daerah pemukiman Tamalanrea dan Daya. Makassar berkembang sangat pesat seiring berlipatnya jumlah penduduk, kakek nenek kita mungkin tak akan menyangka Makassar akan seberkembang ini, sepadat ini, semacet ini. Tahun 90-an daerah ini masih sepi, masih terngiang celotehan orang saat menyebut daerah ini, "Deh, jauhnya rumahnya, di Daya".

Itulah potret perkembangan wilayah timur kota Makassar, yang dulunya tidak dilirik akhirnya tumbuh sangat pesat, padat penduduk. Pembangunan kemudian beralih ke perbatasan Makassar-Maros, lihat saja sekitar wilayah Sudiang (SWIS) yang menggeliat seperti cacing kepanasan, imbas dari pembangunan wilayah Daya. Saya prediksi dua tahun kedepan akan sama padatnya dengan Paccerakkang Daya atau Tamalanrea.

Ada lagi wilayah yang berusaha keras berkembang dengan segala keterbatasannya, sekitar daerah tol, sejak tahun 2006 lalu, rumah pulang kami. Walaupun termasuk daerah pusat industri yang ditandai dengan banyaknya pabrik dan gudang, ada juga kontraktor pengembang perumahan yang membangun kompleks perumahan di daerah ini. Murahnya tanah disini saat dulu kala sepertinya menjadi penggerak utama investor berani membangun perumahan di daerah ini. Keterbatasan wilayah dan sumber daya seperti keterpencilan daerah (akibat terpisah jalan tol) dan sulitnya mendapatkan air bersih tidak menjadi penghalang. Sepertinya prinsip "Buat dulu, pikir fasilitas kemudian" dipegang erat oleh investor kala awal membangun perumahan disini. Tidak peduli apa kata orang, perumahan disini tetap dibangun dan dipasarkan, sekarang rumah disini laris seperti kacang, bahkan harga saat ini sudah dua kali lipat dibanding harga dua tahun lalu.

Gigihnya pengembang perumahan ini ditandai dengan dibangunnya fasilitas perumahan secara mandiri dan pengelolaannya dilakukan secara profesional. Jalan utama dibangun sangat lebar, sehingga menambah kesan elegan perumahan walaupun di daerah "terisolir". Perumahan dibuat dalam beberapa kluster untuk beragam segmen pasar. Sarana dan prasarana seperti sumber air minum dan pengelolaan lingkungan dilakukan secara mandiri, tak terkecuali sambungan listrik dari PLN yang diurus dengan sangat cepat oleh pengembang. Selain itu, dekatnya bandara dan akses jalan tol serta RS pemerintah menjadi daya tarik kestrategisan lokasi perumahan, membuat orang "terpaksa" mengatakan : "lumayan strategis tawwa".

Total ada 9 kluster perumahan di daerah tol ini. Namanya pun cukup unik, mengikuti abjad : Asri, Biru, Elok, Garden, Hijau, Indah, Jelita, Kirana, dan terakhir yang sedang dibangun, Grand Mutiara. Dari penamaan kluster saya menebak awalnya pihak pengembang akan membangun 26 kluster perumahan, sampai Z (Zamrud mungkin), namun karena keterbatasan lahan kosong sampai di K (Kirana) dulu. Mungkin Z akan dibangun jika investor berani menimbun empang dan laut, beberapa puluh tahun nanti.

Begitulah, mungkin lima atau sepuluh tahun kemudian kompleks perumahan ini akan berkembang, menjadi Tamalanrea baru, Daya baru, Sudiang baru, peradaban baru, semoga.

1 comment:

  1. wah..semoga suatu saat bisa main2 ke makasar nih.. belum pernah kesana ^^

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...